Perkembangan produksi ayam broiler di Indonesia sempat mengalami pasang-surut. Perkembangan tersebut dapat dikategorikan dalam tiga periode, yaitu :
Periode perintisan (1953-1960)
Pada periode ini diimpor berbagai jenis ayam untuk memenuhi pasar lokal, di antara jenis ayam yang diimpor adalah
White Leghorn (WL), Island Red (IR),
New Hampshire (NHS) dan Australop . Impor ayam tersebut dilakukan oleh GAPUSI (Gabungan Penggemar Unggas Indonesia). Aksi yang dilakukan adalah melakukan penyilangan antara ayam impor tersebut dengan jenis ayam kampung. Namun saat itu, tujuan penyilangan iu hanya sebagai kesenangan dan hobi, bukan untuk komersial.
Periode pengembangan (1961-1970)
Impor bibit ayam secara komersial mulai digalakan pada tahun 1967. Saat itu, Direktoran Jendral Peternakan dan Kehewanan saat itu menyusun program Bimas Ayam dengan tujuan memasyarakatkan ayam ras kepada peternak unggas. Daging semakin sulit didapatkan saat itu sehingga diharapkan program ini dapat meningkatkan konsumsi protein hewani. Apalagi konsumsi perkapita masyarakat terhadap protein hewani sangat rendah, 3,5 gram / kapita /hari.
Periode pertumbuhan (1971-1980)
Bimas ayam broiler tahun 1978 merupakan jawaban atas menurunnya populasi sapi saat itu. Sejalan dengan itu, permintaan penduduk terhadap ayam broiler meningkat seiring dengan meningkatnya pendapatan. Namun, pada tahun 1998 Indonesia mengalami krisis ekonomi sehingga pemilikan ayam di Indonesia ditingkat peternak menurun hingga lebih dari 50%. Pada tahun 1999 usaha ayam broiler dan layer mulai mengalami kebangkitan.
Hingga kini ayam broiler telah dikenal masyarakat Indonesia dengan berbagai kelebihannya. Hanya 5-6 minggu sudah bisa dipanen. Dengan waktu pemeliharaan yang relatif singkat dan menguntungkan, maka banyak peternak baru serta peternak musiman yang bermunculan diberbagai wilayah
Indonesia .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar